Penyakit Menular Pada Babi Hog Cholera, Gejala dan Pencegahannya

Posted by

Seperti diketahui seekor babi yang sehat dapat terinfeksi demam babi Afrika melalui rute penularan secara langsung dan tidak. Penularan langsung terjadi melalui kontak fisik antara babi terinfeksi dengan babi sehat. Sementara penularan tidak langsung terjadi dengan cara menelan makanan atau sampah yang mengandung partikel virus ASF. Konsumsi sampah sisa makanan dikenal dengan istilah swill feeding. Sampah yang dihasilkan dari penerbangan pesawat udara dan kapal laut yang berlayar antar negara merupakan salah satu sumber infeksi virus ASF.

Virus kolera babi (hog cholera) dan demam babi Afrika (African swine fever) diduga jadi penyebab kematian ribuan babi di Sumatera Utara. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan isolasi hingga pemusnahan jadi solusi untuk penanganan masalah ini.

Demam babi afrika adalah penyakit menular pada babi yang disebabkan oleh virus african swine fever. Virus ini dapat menginfeksi anggota famili Suidae, baik babi yang diternakkan maupun babi liar.

Hog cholera atau demam babi merupakan penyakit yang disebabkan oleh Petivirus C dan itu masih berkaitan dengan bovine virus diarrhea (BVD) serta sheep's border disease (BD).

Petugas gabungan menyeret bangkai babi mengunakan perahu di aliran Sungai Bederah, untuk dikubur, di Kelurahan Terjun, Medan, Sumatera Utara, Selasa (12/11). [ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi]
Petugas gabungan menyeret bangkai babi mengunakan perahu di aliran Sungai Bederah, untuk dikubur, di Kelurahan Terjun, Medan, Sumatera Utara, Selasa (12/11). [ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi]

Menurut The Guardian, ASF adalah penyakit virus babi yang sangat menular, gejala paling umum dari virus ini dalam bentuk akut adalah suhu tinggi dan kehilangan nafsu makan pada babi.

Gejala lain termasuk muntah, diare, dan kesulitan bernafas dan berdiri. Tidak ada pengobatan untuk penyakit ini, bahkan berisiko memiliki tingkat kematian 100 persen dalam keadaan tertentu, tetapi tidak sama dengan flu babi.

ASF dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi. Babi hutan telah diidentifikasi sebagai salah satu dari beberapa kemungkinan penyebab penyebarannya, serta dapat menyebar melalui serangga seperti kutu.

Namun, virus ini juga dapat bertahan hidup beberapa bulan dalam daging olahan, dan beberapa tahun dalam daging babi beku, sehingga produk daging menjadi perhatian khusus untuk penularan lintas batas.

Ilmuwan Australia mengatakan, kemungkinan masih diperlukan lima tahun lagi sebelum vaksin dikembangkan untuk melindungi babi dari demam babi Afrika. Diperkirakan seperempat populasi babi dunia mati tahun ini, setelah perebakan virus yang mematikan ini di China.

Demam babi Afrika, atau African Swine Fever (ASF), belum mencapai Australia, tetapi sudah mendekati. Virus ini telah menyebar dengan cepat ke seluruh Asia, dan perebakan dilaporkan terjadi di Timor Timur, salah satu negara tetangga terdekat Australia.

Penyakit ini membinasakan populasi babi di beberapa negara. Penyakit ini sangat menular dan tidak ada obatnya.

Para ilmuwan telah mengupayakan vaksin selama 60 tahun, tetapi karena virus demam babi Afrika sangat luas dan kompleks, menjadi tugas yang sangat besar.

Penyakit ini awalnya dibawa dari Afrika timur ke Georgia oleh produk babi yang terkontaminasi. Pihak bandara Jepang bahkan pernah menyita sebungkus sosis dari seorang pelancong yang datang dari China karena menemukan sosisnya mengandung virus African swine fever.

Di sebagian besar negara, virus ASF akan memicu tindakan karantina dan pemusnahan kawanan babi yang terkena dampak.

Namun, ada kekhawatiran di antara para ahli bahwa dalam beberapa kasus petani di seluruh negara - dapat menutupi atau menunda melaporkan penyakit tersebut. Seperti Negara Belarus yang dituduh menutupi ASF pada babi. Pemerintah Belarus membantah klaim tersebut.

Salah satu Dokter Sanitasi di Rusia, Gennady Onishchenko memperingatkan jika fisiologi babi dekat dengan fisiologi manusia, dan karenanya mutasi virus itu juga berbahaya bagi manusia.

Pada tahun 2007, virus tersebut juga terdeteksi di Georgia, dan sejak itu telah menyebar secara luas, mulai Eropa timur hingga Rusia, dan baru-baru ini terdeteksi di Eropa barat, ketika ada babi hutan ditemukan memiliki penyakit itu di Belgia.

Virus ini sekarang telah sampai ke China, rumah bagi setengah babi domestik dunia, dan berkembang biak dengan cepat.

Berdasarkan laporan studi dari Lowa State University, demam babi sangat menular. Infeksi pun dapat menyebar secara cepat melalui kontak langsung atau tidak langsung antara babi yang terinfeksi atau rentan.

Penyebarannya dapat melalui pakan sisa babi yang terinfeksi atau peralatan peternakan, perternak sendiri, bahkan mobil yang digunakan peternak untuk mengangkut babi dari satu tempat ke tempat lainnya.

Meski sangat menular, bahkan dapat berakibat fatal, virus ini tidak akan menular ke manusia. Bahkan dilansir dari Porkbusiness, hal tersebut tidak akan terjadi meski hewan yang terinfeksi kita konsumsi.

Sementara itu untuk menghindari perkembangan penyakit yang lebih parah, pertenak dapat memberikan serum anti-hog-cholera pada tahap awal penyakit. Perlu diketahui pula, infeksi dapat berakibat fatal hanya dalam beberapa hari.

African Swine Fever (ASF) atau demam Babi Afrika merupakan virus yang tidak berbahaya bagi manusia, tetapi mematikan untuk babi. Sejauh ini, belum ada vaksin yang dapat mencegah penularan virus tersebut.

Untuk kasus Asia, situs Antara menyebutkan, virus African swine fever pertama kali menjangkit China lebih dari satu tahun yang lalu. Wabah kemudian meluas ke Kamboja, Vietnam, dan kini menyebar hingga ke Timor Leste.

Penyebaran Virus ASF (African Swine Fever) atau demam babi Afrika ke Indonesia bisa dengan cepat jika tidak ditanggulangi dengan serius.

Sebab selain penyebarannya melalui daging olahan dari luar negeri, hal ini juga bisa disebabkan dari sisa makanan yang dibeli dari luar negeri dan sampah yang dihasilkan dari makanan instan dari luar negeri yang dibawa masuk ke Indonesia.

Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Barantan, Agus Sunanto mengatakan sisa makanan dan sampah yang dihasilkan dari makanan instan, memang terdengar aneh, namun hasil dari pemeriksaan, kedua media itulah yang rentan membawa penyebaran virus ASF.

Bahkan mewabahnya penyakit ASF di dua negara seperti Portugal dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) saat ini dapat berdampak pada aspek sosial dan ekonomi di Indonesia.

"Kematian akibat ASF akibat virus (virulensi moderate) 30-70 persen hingga 100 persen dari populasi ternak babi itu sendiri," kata Agus di Pasifik Hotel Batam

Untuk penyebaran virus ASF melalui daging atau produk olahan, dikarenakan daging babi yang diproses dengan pemanasan yang tidak cukup.

Babi yang diserang Demam Babi Afrika tidak kelihatan sakit, namun bisa tiba-tiba mati. Virus ini masuk ke dalam tubuh dan mematikan organ-organ. Contohnya, pada hari pertama hingga satu minggu serangan, babi tidak terlihat sakit. Selanjutnya mati.

“Ada juga yang dalam seminggu serangan, babi tidak langsung mati. Babi tersebut menjadi sumber penyebar virus,”

Virus Demam Babi Afrika belum ada obatnya sapai saat ini. Demikian pula dengan vaksinasinya. Sedangkan hog cholera, vaksinnya sudah ada. Meski demikian, babi yang terserang Demam Babi Afrika masih bisa dikonsumsi, namun setelah dimasak dengan suhu 100 derajat celcius.

“Kenapa masih bisa dikonsumsi? Karena tidak zoonosis, tidak menular kepada manusia, tapi babi ke babi,”

Untuk menghindari penyebaran lebih luas, perlakuan di lapangan harus mengikuti standar Demam Babi Afrika. Pertama, masyarakat tidak membeli ternak babi yang harganya murah.

Kedua, masyarakat harus menerapkan bio sekuriti, yakni tidak saling menjenguk ternak yang sakit. Ketiga, bangkai babi tidak dibuang ke sungai atau ke hutan, melainkan dikubur. Keempat, perlu dilakukan pengetatan lalu lintas ternak dan menjaga sanitasi kandang.

Dari berbagai sumber


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Tips dan Cara Updated at: March 17, 2020

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.